Sabtu, 18 September 2010

Astagfirullah! Meski Minim Manfaat, Dana 'Pelesiran' DPR Naik 700%


Jakarta (voa-islam.com) -Astagfirullah, anggota dewan kita semakin hari semakin menjadi-jadi saja. Lihat saja dana 'pelesiran' atau jalan-jalan bertopeng studi banding yang nyaris tanpa manfaat atau kelebihan, studi banding malah membawa mudharat atau kerugian yang akan diderita pemerintah.

Anggaran 'jalan-jalan' anggota dewan berkedok studi banding ke 5 negara dinilai pemborosan. Anehnya anggaran tersebut bukannya dikurangi tapi justru naik 700 persen.

"Studi banding itu tidak memiliki pemanfaatan," urai Abdullah Dahlan, Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Kamis (16/9).

..."Kalau parlemen di luar negeri, tugas studi banding itu bukan lagi tugas para senatornya melainkan tugas para staf atau tenaga ahli...

Dahlan menjelaskan, negara-negara yang dipilih tidak punya contoh yang baik terhadap bidang yang ingin dipelajari anggota dewan, seperti Afrika Selatan bukan pilihan yang tepat untuk mempelajari kepramukaan.

Selain itu, Dahlan menambahkan, bukan lagi pekerjaan anggota dewan untuk sibuk-sibuk melakukan studi banding. Sebab, sebenarnya tugas itu merupakan area dari staf ahli yang sudah disediakan dan dianggarkan.

"Kalau parlemen di luar negeri, tugas studi banding itu bukan lagi tugas para senatornya melainkan tugas para staf atau tenaga ahli. Harusnya mereka diberdayakan, itu kan sudah dianggarkan untuk anggota dewan," beber Dahlan.

Karena itu, lebih banyak ruginya daripada untungnya dalam studi banding ke beberapa negara. Berikut kerugiannya:

1. Pemborosan anggaran keuangan negara karena studi banding tidak lebih hanya digunakan sebagai kedok untuk jalan-jalan ke luar negeri.

2. Kepergian anggota dewan akan semakin memperburuk citra DPR RI sendiri dimana citra DPR RI belakangan ini sedang disorot akibat masalah dana aspirasi, rumah aspirasi dan pembangunan gedung baru DPR RI.

3. Semakin menunjukkan kinerja DPR RI yang buruk karena beban legislasi DPR RI akan semakin menumpuk. Tercatat dari 70 RUU baru 7 diantaranya yang disahkan menjadi UU karena DPR malah memilih sibuk melakukan perjalanan ke luar negeri.

4. Kepergian para anggota dewan justru akan memberikan contoh buruk kepada DPD untuk melakukan kegiatan yang sama yang dengan melakukan kunjungan ke daerah-daerah lainnya.

5. Kunjungan DPR RI ke luar negeri hanya mencederai amanah undang-undang terutama berkaitan dengan aspek efisien, ekonomis, efektif dan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Astagfirullah, Udah 'Pelesiran' Anggaran Naik Lagi

Dengan tanpa hasil yang jelas, anggaran 'pelesiran' keluar negeri anggota DPR RI justru meningkat tujuh kali lipat atau 700 persen menjadi Rp162,94 miliar untuk periode 2010-2015, dibanding periode sebelumnya yaitu tahun 2005 yang hanya Rp23,55 miliar.

Data yang diperoleh Indonesia Budget Center (IBC) dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL) khusus untuk DPR RI tahun anggaran 2010 tersebar di empat tupoksi DPR yaitu fungsi legislasi, pengawasan, anggaran dan kerja sama international dan fungsi lainnya.

..."Beberapa kali DPR masih bandel juga dengan alasan studi banding, melakukan kegiatan yang tidak menjadi suri tauladan"...

"Dari pos-pos yang tersebar itu pasti dianggarkan biaya pelesiran ke luar negeri karena tugasnya berkaitan dengan luar negeri," tandas Arif Nur Alam, Koordinator IBC dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil di kantor TII, Jakarta, Kamis(16/9).

Masih kata dia, bahkan anggaran terbesar juga karena kenaikannya yang mencapai 76 kali lipat berada di pos fungsi legislasi yaitu sebesar Rp73,47 miliar dari sebelumnya tahun 2005 hanya Rp968 juta.

Dari tugas dan fungsi legislasi sebagian besar dialokasinya untuk persiapan, penyusunan, dan perumusan RUU usul DPR sebesar Rp62,7 miliar dan pos pembahasan RUU yaitu Rp91,71 miliar.

Karenanya, tidak berlebihan, kalau Transparency International Indonesia (TII) menilai penggunaan uang untuk pelesiran itu adalah bentuk eksploitasi uang rakyat.

"Beberapa kali DPR masih bandel juga dengan alasan studi banding, melakukan kegiatan yang tidak menjadi suri tauladan. DPR mengeksploitasi uang rakyat dari pajak kita dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," tegas Dwi Poto Kusuma, Juru Bicara TII.


(http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2010/09/16/10106/astagfirullahmeski-minim-manfaatdana-'pelesirandpr-naik-700/)

Kamis, 16 September 2010

Akhirnya Paus Ngaku Salah Tangani Skandal Pelecehan Anak di Gereja

LONDON (voa-islam.com): Paus Benediktus XVI mengecam eksploitasi seksual terhadap anak-anak, pada awal kunjungan resminya yang dinilai bersejarah ke Inggris dimulai pada hari Kamis dan akan berlangsung empat hari, dia juga menyerukan Inggris untuk menolak apa yang ia digambarkan sebagai sekularisme dan ateisme.


Dan skandal eksploitasi seksual anak-anak dalam Gereja Katolik Rumania meningkatkan ketegangan yang mewarnai kunjungan ini.

Media Italia melaporkan bahwa Paus sebelum pesawatnya mendarat Kamis kemarin di Edinburgh,ibu kota Skotlandia membuat pengakuannya yang terkuat hingga sekarang, ketika dia mengakui bahwa Gereja Katolik telah salah dalam menangani skandal eksploitasi seksual.

Paus mengatakan kepada wartawan bahwa pengungkapan skandal seperti ini sebagai situasi yang "shock dan sumber kesedihan" katanya, menambahkan bahwa sulit untuk melihat bagaimana kerusakan seperti ini terjadi, dalam lembaga Gereja.

Paus ketika membicarakan skandal yang mengguncang Gereja di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat, menjelaskan bahwa otoritas gereja tidak "cukup berhati-hati tegas untuk mengambil tindakan yang diperlukan".

Permintaan maaf berlebihan:

Para pengunjuk rasa di Inggris menghimbau Paus memberikan "kompensasi" korban eksploitasi seksual dan "meminta maaf berlebihan", sebagimana organisasi sekuler menghimbaunya untuk memikul tanggung jawab hukum atas pelanggaran tersebut.

Sekitar 125 ribu orang berkumpul di jalan-jalan Edinburgh untuk melihat iring-iringan mobil Paus (83 tahun). Dia juga berbicara pada pidato pertama di Inggris sebagai pemimpin Gereja Katolik mengenai "akar kekristenan yang mendalam saat ini di semua lapisan masyarakat di Inggris".

Paus memperingatkan kecenderungan untuk "menyingkirkan agama dari wacana publik" dan menyerukan kaum muda untuk menolak godaan kehidupan modern, termasuk narkoba, seks, alkohol, harta, dan minuman keras dan pornografi.

Liturgi yang diadakan di sebuah taman di Belahostun di kota Glasgow, sebagai salah satu acara paling menonjol dalam kunjungan resmi Paus.

Pada hari kedua kunjungan Paus akan pindah ke London di mana ia akan bertemu politisi dan pemimpin agama dari berbagai agama, termasuk Muslim dan Yahudi.

Wartawan Al Jazeera di London, Hani Basyar memberitakan bahwa Paus akan mengadakan pertemuan informal dengan sejumlah korban pelecehan seksual yang diperkirakan sepuluh orang.

Paus akan masuk untuk pertama kalinya ke Katedral Westminster, yang disana dinobatkan para raja Inggris dan dianggap sebagai pusat dari Gereja Anglikan, dan berakhir kunjungannya ke London diikuti kumpulan massa di Hyde Park yang terkenal pada hari Sabtu, dan kemudian mengakhiri kunjungannya ke kota Inggris dari Birmingham.


(http://www.voa-islam.com/news/islamic-world/2010/09/17/10107/akhirnya-paus-ngaku-salah-tangani-skandal-pelecehan-anak-di-gereja/)

Kamis, 02 September 2010

Mereka yang Mabuk Kekuasaan

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Dakwah, sebuah tugas mulia yang diemban oleh para pengikut nabi yang setia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),“Katakanlah: Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan orang-orang yang setia mengikutiku. Maha suci Allah, aku bukan termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).

Bahkan, kita pun tahu bahwa jalan dakwah merupakan jalannya orang-orang yang beruntung, orang-orang yang selamat dari kerugian. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr: 1-3)

Namun, satu hal yang perlu diingat pula oleh setiap orang yang menisbatkan dirinya kepada dakwah yang agung ini, bahwa dakwah para nabi dan rasul di sepanjang jaman tidak pernah mengalami perubahan asas dan tujuan. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah -yang telah mengutus mereka- di dalam firman-Nya (yang artinya),“Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat, seorang rasul yang menyerukan; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36). Artinya, dakwah tauhid dan pemberantasan syirik merupakan agenda utama dakwah yang sama sekali tidak boleh disepelekan, apalagi dianggap tidak relevan atau isu masa silam yang sudah ketinggalan jaman[?!]

Kita semua ingat, tidaklah mulia suatu kaum -di sisi Allah, meskipun tampak hina di mata manusia- kecuali karena tauhid, ketakwaan, dan komitmen mereka terhadap ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang sah di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19). Allah ‘azza wa jalla juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya, dan di akherat kelak dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85). Allah tabaraka wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 15).

Sebab tauhid, keimanan dan bimbingan al-Qur’an itulah yang menjadi pondasi kebaikan umat manusia. Yang dengannya mereka hidup dan bahagia, yang dengannya mereka akan bisa merasakan indahnya surga. Allah jalla dzikruhu menyatakan (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama secara lurus,…” (QS. al-Bayyinah: 5). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya maka sungguh dia akan mendapatkan kemenangan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sebagian kaum karena Kitab ini dan menghinakan yang lain juga karenanya.” (HR. Muslim)

Maka sungguh amat menyedihkan, apabila ada sebagian golongan umat ini yang berjuang mengatasnamakan dakwah dan Islam kemudian menyingkirkan agenda besar umat Islam yaitu dakwah tauhid dan sunnah serta pemberantasan syirik dan bid’ah demi meraih kursi dan jabatan. Subhanallah! Tidak layak bagi mereka untuk mencatut firman Allah –yang mengisahkan ucapan Nabi Syu’aib ‘alaihis salam- (yang artinya), “Tiada yang kuinginkan melainkan melakukan perbaikan selama aku masih berkemampuan…” (QS. Huud: 88).

Wahai saudaraku -fillah- dakwah macam apakah ini? Mengorbankan agama demi mendapatkan ceceran kesenangan dunia dan fatamorgana… Kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya, kembalilah kepada para ulama Rabbani pengikut pemahaman generasi utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah melakukan amal-amal sebelum datangnya terpaan fitnah laksana potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang pada pagi harinya beriman namun pada sore harinya berubah menjadi kafir, atau sorenya beriman namun pagi hari kemudian menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim).

Sementara Rabb kita ‘azza wa jalla telah membakukan kriteria amal yang diterima di sisi-Nya dengan firman-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan apapun dalam beribadah kepada Rabbnya barang sedikitpun.” (QS. al-Kahfi: 110). Ingatlah kata para ulama kita, amal dikatakan salih jika selaras dengan Sunnah Nabi-Nya, dan dikatakan ikhlas jika dipersembahkan hanya untuk-Nya, bukan untuk mencari dunia atau perempuan yang ingin dikawininya! Tidakkah kita ingat sebuah ayat yang mulia yang senantiasa kita baca dalam setiap raka’at kita, Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.”Wahai saudaraku -fillah- inilah tujuan dan cita-cita hidupmu!

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar merupakan pondasi tegaknya agama dan syarat sah diterimanya amalan. Hal itu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah (yang artinya),“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Seandainya kamu berbuat syirik niscaya akan lenyap seluruh amalmu, dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ingatlah, untuk Allah agama/ketaatn yang tulus/murni itu.” (QS. az-Zumar: 2-3). Maka ayat-ayat yang mulia ini serta ayat-ayat lain yang semakna -dan itu banyak jumlahnya- menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima kecuali apabila bersih dari syirik. Oleh sebab itulah maka fokus perhatian para rasul -semoga salawat dan keselamatan dicurahkan Allah kepada mereka- menjadikan perbaikan akidah sebagai prioritas utama dakwahnya…” (at-Tauhid li ash-Shaff al-Awwal al-’Aali, hal. 9-10)

Hizbullah, yaitu golongan Allah, tidak membangun loyalitasnya di atas kepentingan politik kursi dan jabatan, akan tetapi membangun loyalitas karena-Nya, bersaudara di atas ikatan iman, dan berlepas diri dari segala bentuk kekufuran. Rabb kita tabaraka wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak akan kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu justru berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapaknya, anaknya, saudara-saudara mereka atau sanak famili mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah ditetapkan keimanan oleh Allah di dalam hatinya dan diperkuat oleh Allah dengan pertolongan dari-Nya. Niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun pasti akan ridha kepada-Nya. Mereka itulah hizbullah, dan hanya mereka itulah golongan orang-orang yang beruntung.” (QS. al-Mujadilah: 22)

Tidakkah kita ingat salah satu uswah kita, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang dengan tegas, berani, dan lantang menyuarakan tauhid di hadapan kaumnya, tanpa basa-basi politik atau bumbu ucapan dusta. Sebagaimana dikisahkan oleh Rabb kita tabaraka wa ta’ala (yang artinya), “Sungguh terdapat suri tauladan yang baik pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan segala yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari perbuatan kalian dan telah tampak jelas antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, sampai kalian beriman kepada Allah semata…” (QS. al-Mumtahanah: 4)

Saudaraku -fillah- jalan dakwah ini terlalu suci untuk dikotori dengan kepentingan-kepentingan sesaat dan ambisi-ambisi jahat semacam itu. Rabb kita jalla sya’nuhu telah memerintahkan (yang artinya), “Ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu dari Rabbmu, tiada sesembahan-–yang benar- kecuali Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.”(QS. al-An’aam: 106). Allah juga memerintahkan (yang artinya), “Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena hal itu pasti akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’aam: 153)

Takutlah kepada Allah, wahai saudara-saudaraku… Pergunakanlah ilmumu yang telah kau serap, kau hafalkan, dan kau teguk bertahun-tahun lalu melalui kitab-kitab para ulama salaf. Ingatlah ucapan Ibnu Batthal rahimahullah, “Sesungguhnya ilmu itu dinilai memiliki keutamaan disebabkan ilmu itulah yang akan membimbing pemiliknya untuk merasa takut kepada Allah, berusaha untuk selalu melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kedurhakaan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Ibnu Umar berkata kepada orang yang memanggilnya sebagai faqih -orang yang ahli agama-,Sesungguhnya orang yang faqih itu adalah orang yang zuhud kepada dunia dan sangat merindukan akherat.”.” (lihat Syarh Ibnu Batthal [1/149], lihat juga Syarh an-Nawawi[3/489] asy-Syamilah)

Maka titel dan gelar akademis -apalagi jabatan organisasi dan kepartaian- bukanlah ukuran keilmuan seseorang dalam kacamata syari’at! Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahmenerangkan, “Maknanya adalah tidak ada yang merasa takut kepada-Nya kecuali seorang yang berilmu. Ini artinya Allah memberitakan bahwa setiap orang yang takut kepada Allah maka itulah orang yang berilmu. Sebagaimana yang Allah ceritakan di dalam ayat lainnya (yang artinya), ‘Apakah sama orang yang senantiasa taat mengerjakan sholat dengan bersujud dan berdiri di sepanjang malam serta merasa takut akan hari akherat dan mengharapkan rahmat Rabbnya (dengan yang tidak demikian itu). Katakanlah: Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu.’ (QS. az-Zumar: 9). Sementara rasa takut/khas-yah itu pasti mengandung rasa harap, sebab kalau tidak demikian maka hal itu adalah sebuah keputusasaan. Sebagaimana halnya rasa harap pasti menuntut adanya rasa takut, sebab kalau tidak demikian maka yang ada adalah rasa aman -dari makar Allah-. Maka, orang-orang yang senantiasa memiliki rasa takut dan harap kepada Allah itulah sebenarnya ahli ilmu yang dipuji oleh Allah.” (al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 20)

Oleh sebab itulah mengapa para salaf menyebut semua orang yang berbuat maksiat -meskipun dia berilmu- sebagai orang yang jahil/bodoh. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya taubat itu akan diterima oleh Allah hanyalah bagi orang-orang yang melakukan keburukan dengan sebab kebodohan, kemudian mereka bertaubat dalam waktu yang dekat.” (QS. an-Nisaa’: 17). Abul ‘Aliyah mengatakan, “Aku bertanya kepada para sahabat Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang makna ayat ini, maka mereka berkata kepadaku, ‘Semua orang yang durhaka/bermaksiat kepada Allah maka dia adalah jahil/bodoh, dan semua orang yang bertaubat sebelum meninggal maka dia telah bertaubat dalam waktu yang dekat’.” Ibnu Taimiyah mengomentari, “Demikianlah penafsiran yang dikatakan oleh segenap ahli tafsir.” Lalu beliau juga mengutip perkataan Mujahid, “Setiap orang yang berbuat maksiat maka dia adalah bodoh ketika melakukan maksiatnya itu.” (lihat al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 21)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi hakekat ilmu itu adalah khas-yah/rasa takut kepada Allah.” (dikutip dari al-Fawa’id, hal. 142). Beliau juga mengatakan,“Cukuplah rasa takut kepada Allah bukti keilmuan, dan cukuplah ketertipuan diri karena kemurahan Allah sebagai bentuk kebodohan.” (dikutip dari al-Iman karya Ibnu Taimiyah, takhrij al-Albani, hal. 22).

Diriwayatkan pula dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah, bahwa beliau berkata, “Ilmu itu ada dua macam. Ilmu yang tertancap di dalam hati dan ilmu yang sekedar berhenti di lisan. Ilmu yang tertancap di hati itulah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu yang hanya berhenti di lisan itu merupakan hujjah/bukti bagi Allah untuk menghukum hamba-hamba-Nya.” (HR. al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikhnya dengan sanad dha’if marfu’, lihat al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 22)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dahulu para ulama salaf mengatakan, “Berhati-hatilah dari dua golongan manusia; pemilik hawa nafsu yang telah terjerat oleh hawa nafsunya dan pemilik -kesenangan- dunia yang telah terbutakan hatinya oleh dunianya.”Beliau juga berkata, “Dahulu mereka juga mengatakan, “Waspadalah dari fitnahnya seorang alim yang fajir dan ahli ibadah yang bodoh. Karena sesungguhnya fitnah yang menjerat mereka berdua merupakan bencana yang bisa mencelakakan semua orang yang tertimpa oleh fitnah itu.” (dikutip dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir yang disusun oleh Syaikh Ali ash-Shalihi [5/134], lihat juga al-Fawa’id hal. 99 dan Ighatsat al-Lahfan hal. 668)

Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan, “Barangsiapa yang rusak di antara ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Nasrani. Dan barangsiapa yang rusak di antara ahli ilmu kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Yahudi.” Ibnul Qayyim mengatakan, “Hal itu dikarenakan orang Nasrani beribadah tanpa ilmu sedangkan orang Yahudi mengetahui kebenaran akan tetapi mereka justru berpaling darinya.” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 36)

Demikian pula, bersikeras memusuhi Sunnah merupakan bentuk kebodohan dan tindak memperturutkan hawa nafsu. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dahulu para salaf menyebut orang-orang yang menganut pemikiran yang bertentangan dengan sunnah serta menyelisihi ajaran yang dibawa oleh Rasul dalam perkara ilmu yang bersifat pemberitaan -dari Allah- maupun yang menyeleweng dalam masalah hukum amaliyah sebagai penganut syubhat dan pengekor hawa nafsu. Hal itu dikarenakan pada hakekatnya pemikiran yang menyelisihi Sunnah adalah kebodohan bukan ilmu, itu adalah hawa nafsu dan bukan agama. Oleh sebab itu orang yang tetap bersikeras mengikutinya digolongkan dalam kelompok orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa memperhatikan petunjuk dari Allah, yang pada akhirnya menjerumuskan kepada kesesatan di dunia dan kebinasaan nanti di akherat…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 639).

Dengan demikian hakekat orang yang berilmu adalah orang yang setia mengikuti Sunnah. Ibnul Qayyim rahimahullahberkata, “Maka orang yang paling berilmu dan paling sehat akal, pemikiran, dan paling baik cara penilaiannya adalahorang yang akal, pemikiran, dan cara penilaian/istihsan-nya serta analoginya bersesuaian dengan Sunnah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid, ‘Ibadah yang paling utama adalah pemikiran yang bagus, yaitu mengikuti Sunnah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dan orang-orang yang diberikan ilmu bisa melihat bahwa apa yang telah diturunkan oleh Rabbmu kepadamu itulah yang benar.’ (QS. Saba’: 6).” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 638-639)

Saudaraku -fillah-, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang disinyalir dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Para pembesar,… dengarkanlah keluhan simpatisanmu.. Dia telah menumpahkan isi hatinya kepada khalayak, untuk menunjukkan betapa jauhnya penyimpangan yang ada di tengah-tengah barisan kalian -semoga Allah mengembalikan kalian ke jalan salafus shalih-.

“Sekjen PKS Anis Matta mengatakan bahwa mereka ingin keluar dari tema-tema sempit, dalam rangka mengubah citra Islamis, dengan jargon “PKS Untuk Semua”. Ini bukan pertama kalinya diungkap oleh Anis Matta, PKSOnline tanggal 23 Januari 2009 juga mencatat pernyataan semacam ini dari Anis Matta, bahwa era politik aliran sudah berakhir. Lalu diperkuat lagi dengan pernyataan wakil Sekjen Zulkiflimansyah pada tanggal 30 Januari 2009, bahwasyariat Islam itu sudah agenda masa lalu.

Jadi misi-misi dakwah seperti pemurnian akidah tauhid, penegakan nilai syari’ah, adalah hal-hal yang sudah tidak relevan lagi buat PKS dan dianggap sebagai tema yang sempit. Nastaghfirullah, padahal tidaklah Allah Ta’ala mengutus para nabi dan rasul kecuali untuk tugas-tugas ini, tapi ternyata itu ditegaskan sebagai hal yang tidak relevan lagi oleh PKS.” (http://pkswatch.blogspot.com)

Akhirnya, keputusan objektif itupun dia keluarkan, “Kini, alhamdulillah, saya mulai bisa melepaskan PKS dari hati saya, dari pikiran saya, dan saya malah merasa plong. Selamat tinggal PKS. Pembicaraan dan pikiran mengenai PKS sudah sama sekali tidak menarik minat saya lagi, sudah sama seperti ketika membicarakan partai-partai politik yang lain.” (http://pkswatch.blogspot.com)

Masih adakah hati yang terketuk, dan nurani yang tergerak, menyaksikan sandiwara politik yang telah mengorbankan sekian banyak tunas-tunas negeri? Kembalilah ke jalanmu -wahai saudaraku, jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia.


(http://muslim.or.id/manhaj/mereka-yang-mabuk-kekuasaan.html)